Sejarah Politik Hukum di Indonesia
Hukum perdata Indonesia berasal dari Code Civil le Francais yang dikodifikasikan tahun 1804, dan tahun 1807 diundangkan sebagai Code Napoleon.
Kemudian diadopsi oleh Belanda, yang membuat Burgerlijk Wetboek (BW), yang diundangkan tahun 1837, berlaku di Hindia Belanda th 1947
Berdasarkan asas konkordansi, maka BW juga berlaku bagi orang-orang Belanda/ Eropha yang berada di wilayah Hindia Belanda (Indonesia sebelum merdeka).
Belanda mengupayakan adanya unifikasi hukum perdata di Indonesia, tetapi tidak berhasil, karena adanya hukum adat (yang berdasarkan penelitian Van Volen Hoven, terdapat 19 wilayah hukum adat di Indonesia)
Menjelang kemerdekaan, terdapat upaya untuk membuat kodifikasi hukum perdata Indonesia oleh para tokoh Indonesia, namun belum berhasil.
Berdasarkan aturan Peralihan dalam UUD 1945, bahwa semua peraturan yang ada tetap berlaku selama belum ada peraturan baru yang mencabutnya, sehingga BW masih dianggap berlaku.
Berdasarkan Surat Edaran MA no 3 tahun 1963, dihimbau bahwa hendaknya BW tidak dianggap sebagai kitab Undang-undang, melainkan hanya sebagai kitab hukum (yang sejajar dengan doktrin).
Instruksi Presidium Kabinet no. 31/U/12/1966, instruksi kepada Menteri Kehakiman dan Catatan Sipil, untuk tidak memberlakukan penggolongan penduduk.
Pluralisme Hukum Perdata di Indonesia
Berdasarkan pasal 163 IS bahwa penduduk hindia belanda, dibagi menjadi:
Golongan Eropha, yaitu orang-orang belanda dan eropha yang buka belanda --- bagi mereka berlaku BW
Golongan Timur Asing, yang dibagi menjadi golongan Tionghoa yaitu Cina --- --- berlaku bagi mereka BW kecuali dalam masalah perkawinan dan adopsi; dan non Tionghoa seperti Arab, Pakistan dll. --- berlaku bagi mereka BW kecuali dalam masalah perkawinan dan kewarisan
Golongan pribumi yaitu penduduk hindia belanda (Indonesia) asli, berlaku bagi mereka hukum adat.
Sejarah Hukum Pidana
Hukum pidana Indonesia berasal dari Code Penal le Francais yang dikodifikasikan tahun 1804, dan tahun 1807 diundangkan sebagai Code Napoleon.
Kemudian diadopsi oleh Belanda, yang membuat Wetboek van Srtaafrecht (WvS)
Hindia Belanda, sebagai wilayah koloni Belanda, diberlakukan hukum pidana Belanda/ WvS, yang diundangkan pada 1 januari 1915 berdasarkan Stb. 1915 – 732, berlaku untuk semua golongan penduduk di Hindia Belanda
Setelah merdeka, hukum pidana Belanda masih diberlakukan berdasarkan UU no 1 tahun 1946 tentang pemberlakukan WvS Indonesia.
Pemberlakuan hukum Pasca-kemerdekaan
Didasarkan kepada aturan peralihan dalam UUD 1945; bahwa segala peraturan per-UU yang masih ada tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini.
Selama beberapa kali pergantian konstitusi Indonesia (UUD RIS; UUDS 1950) aturan peralihan tersebut masih ada, hingga berlakunya kembali UUD 1945
Peraturan per-UU peninggalan Belanda:
Reglemen op de Rechterlijke Organisatie (RO): peraturan organisasi peradilan
Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB): ketentuan umum tentang perundang-undangan
Burgerlijk Wetboek (BW): KUH Perdata
Wetboek van Koophandel (WvK): KUHD
Reglemen op de Burgerlijk Rechtsvordering (RV): hukum acara perdata
Lanjutan…
Wetboek van Straafrecht (WvS): KUHP
Herziene Indonesische Reglement (HIR) atau Reglement Indonesia diberpaharuhi (RIB): hukum acara Perdata dan Pidana untuk Jawa dan Madura
Rechtsreglement Buitengewesten untuk daerah luar jawa dan madura, diatur dalam Stb. 1927-227 tanggal 1 juli 1927
= 4 kitab kodifikasi: RO; AB; BW, WvK berlaku di Hindia Belanda 30 April 1948, dalam Stb. 1847- 23
- BW dan WvK mulai berlaku tanggal 1 mei 1848; dan WvS mulai berlaku tanggal 1 januari 1918
Politik Hukum Nasional Indonesia
Politik hukum (Bellefroid)= Perubahan hukum:
ius constitutum – ius constituendum;
karena kebutuhan masyarakat
ius constituendum – ius constitutum
Politik hukum (Mahfud MD) = pengaruh konfigurasi politik terhadap produk hukum
Rabu, 13 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar